TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN
PERATURAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR
PER-1/PJ/2011 TANGGAL 10 JANUARI 2011
TENTANG
TATA CARA
PENGAJUAN PERMOHONAN PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK
PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa
dalam rangka pelaksanaan Pasal 21 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun
2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak
Penghasilan Dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan
dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain;
Mengingat :
1. Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang
nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan
Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik
Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5138);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PEMBEBASAN DARI
PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN.
Pasal 1
(1) Wajib
Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang
Pajak Penghasilan karena:
a. mengalami
kerugian fiskal;
b. berhak
melakukan kompensasi kerugian fiskal;
c. Pajak Penghasilan yang telah dan akan
dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang,
dapat
mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Wajib
Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final, dapat
mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan yang dapat dikreditkan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permohonan
pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap pemotongan dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Pasal 2
(1) Pembebasan
dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal I ayat (1) dan ayat (2) diberikan Direktur Jenderal Pajak melalui
Surat Keterangan Bebas.
(2) Kepala
Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat
Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 3
Surat
Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada:
a. Wajib
Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang
Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 ayat (1) huruf a, dalam hal:
1) Wajib
Pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi;
2) Wajib
Pajak belum sampai pada tahap produksi komersial; atau
3) Wajib
Pajak mengalami suatu peristiwa yang berada di luar kemampuan (force majeur).
b. Wajib
Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang
Pajak Penghasilan karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, dengan memperhitungkan
besarnya kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan
yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan atau surat ketetapan
pajak.
c. Wajib
Pajak yang dapat membuktikan Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar
lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c.
d. Wajib
Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2).
Pasal 4
(1) Permohonan
pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2), diajukan secara tertulis kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan syarat telah
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir
sebelum tahun diajukan permohonan kecuali untuk Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf a angka 1).
(2) Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal
23 dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3) Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri penghitungan Pajak
Penghasilan yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya
permohonan untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, huruf
b, dan huruf c.
Pasal 5
(1) Atas
permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus
memberikan keputusan dengan menerbitkan:
a. Surat
Keterangan Bebas; atau
b. surat
penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas,
dalam jangka waktu paling lama 5
(lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
(2) Apabila
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pelayanan
Pajak belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
(3) Dalam
hal permohonan Wajib Pajak dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib menerbitkan Surat Keterangan Bebas
dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terlewati.
Pasal 6
Surat
Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud Pasal 2 berlaku sampai dengan berakhirnya
tahun pajak yang bersangkutan.
Pasal 7
Bentuk
formulir Surat Keterangan Bebas untuk:
a. pemotongan
dan/atau pemungutan PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 adalah sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II,
b. pemungutan PPh Pasal 22 impor adalah
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III
yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini.
Pasal 8
Dalam hal
permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus
menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak dengan mempergunakan formulir
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.
Pasal 9
Pada saat
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-192/PJ/2002 tentang Tata Cara Penerbitan Surat
Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 10
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2011.
Ditetapkan
di : Jakarta
pada
tanggal : 10
Januari 2011
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
ttd
MOCHAMAD
TJIPTARDJO